Elektabilitas Dahlan Iskan Tertinggi di Konvensi Capres Partai Demokrat
Lembaga survey menyatakan tingkat elektabilitas Dahlan Iskan tertinggi dalam bursa Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat, mengalahkan 10 peserta lainnya.
Menteri BUMN itu berada pada posisi teratas dengan elektabilitas mencapai 24,7 persen, disusul oleh Marzuki Alie 3,3 persen, Gita Wirjawan 2,7 persen, Ali Masykur Musa 2,1 persen, dan Anies Baswedan 1,6 persen.
Selanjutnya, Pramono Edhie Wibowo meraih 1,4 persen, disusul Irman Gusman 1,2 persen, Sinyo Harry Sarundajang 1,1 persen, Hayono Isman 0,4 persen, Endriartono Sutarto 0,3 persen, dan di posisi buncit Dino Pati Djalal dengan 0,3 persen. Adapun sisa 60,8 persen adalah jumlah responden yang tidak tahu dan tidak memilih.
Menanggapi hal itu, chairman dan chief executive officer (CEO) Jawa Pos periode 1984-2005 itu mengaku siap kalah dalam kontestasi yang digelar partainya itu.
"Alhamdulillah saya ranking tertinggi dibanding peserta lain. Ini hasil dari berbagai lembaga survei yang selama ini melihat konvensi," kata Dahlan.
Meski elektabilitasnya tertinggi, mantan direktur utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) ini menyadari bukan berarti ia akan menjadi pemenang dalam konvensi kali ini. "Dalam politik, satu tambah satu bukan berarti dua. Bisa satu atau yang lain," katanya.
Ia juga menyadari semua risiko, mengingat para tokoh yang ikut dalam konvensi ini masing-masing mempunyai kekuatan yang harus diperhitungkan. Ini yang sering menjadi kejutan di akhir sebuah kegiatan.
"Saya siap kalah. Saya siap menang. Saya sudah perhitungkan semua. Saya harus terima itu bila terjadi. Saya optimistis, persaingan berat," katanya.
Dahlan Iskan dan Harmoko
Mengawali Karier Menjadi Wartawan
Pada tanggal 17 Oktober 2011, Dahlan Iskan ditunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pengganti Menteri BUMN Mustafa Abubakar yang menderita sakit. Dahlan dilantik menjadi menteri BUMN pada 19 Oktober 2011.
Ditunjuk menjadi menteri, Dahlan terisak dan terharu. Bukannya senang, Dahlan mengaku sedih ketika harus meninggalkan PLN."Sebetulnya saya menangis dan saya menangis karena harus meninggalkan PLN," ujar Dahlan kala itu.
Kesedihan itu bukan tanpa alasan karena menurutnya PLN dalam kepemimpinannya sedang dalam semangat tinggi dan ia harus pergi untuk menjabat sebagai Menteri BUMN.
"Kenapa saya menangis saat diangkat menjadi menteri? Karena saya masih punya utang, khususnya belum bisa menyelesaikan listrik di Sumut.
Karena saat itu untuk mendapat izin saja sulit sekali. Sehingga saya perang terbuka dengan gubernur saat itu. Tapi akhir tahun ini akan selesai, karena pembangkit 2 x 200 MW sudah selesai di Pangkalan Susu," tutur Dahlan dalam seminar yang diadakan di GBI Medan Plaza, 2013 lalu.
Dengan diangkatnya Dahlan menjadi Menteri, ia menjadi wartawan kedua setelah Harmoko yang sukses menjadi menteri.
Karier Dahlan Iskan dimulai sebagai calon reporter sebuah surat kabar kecil di Samarinda (Kalimantan Timur) pada tahun 1975. Tahun 1976, ia menjadi wartawan majalah Tempo. Sejak tahun 1982, Dahlan Iskan memimpin surat kabar Jawa Pos hingga tahun 2009. Jawa Pos kemudian digantikan putranya Azrul Ananda.
Sedangkan Harmoko adalah politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan Indonesia pada masa Orde Baru, dan Ketua MPR pada masa pemerintahan BJ Habibie. Dia pernah menjabat sebagai Ketua Persatuan Wartawan Indonesia, dan kemudian menjadi Menteri Penerangan di bawah pemerintahan Soeharto.
Pada permulaan tahun 1960-an, setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas, Harmoko bekerja sebagai wartawan dan juga kartunis di Harian Merdeka dan Majalah Merdeka. Pada tahun 1964 ia bekerja juga sebagai wartawan di Harian Angkatan Bersenjata, dan kemudian Harian API pada 1965. Pada saat yang sama, ia menjabat pula sebagai pemimpin redaksi majalah berbahasa Jawa, Merdiko (1965). Pada tahun berikutnya (1966-1968), ia menjabat sebagai pemimpin dan penanggung jawab Harian Mimbar Kita. Pada tahun 1970, bersama beberapa temannya, ia menerbitkan harian Pos Kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar