Acha Septriasa merupakan artis yang penuh dengan prestasi. Ia sempat menduduki predikat artis dengan bayaran termahal. Keseriusannya dalam menggeluti pekerjaan, melatarbelakangi kesuksesannya. Berikut kisahnya.
Acha Septriasa, Berani Tampil Karena Sering Mengikuti Lomba
Acha Septriasa lahir di Jakarta 1 September 1989. Acha merupakan anak ketiga dari enam bersaudara. Ayahnya bernama Sagitta Ahimsha dan ibunya bernama Rita Emz. Darah Minang kental dalam tubuh Acha. Maklum, ibunya berasal dari Payakumbuh, sementara Papanya campuran Pariaman dan Blora, Jawa Tengah.
Sejak SD, Acha lebih sering menghabiskan waktu di rumah Nenek dan Kakeknya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
“Siang sepulang sekolah, aku biasanya membantu beliau cuci piring dan menyapu lantaran Nenek tak punya pembantu. Sorenya, aku les musik atau mengaji di masjid dekat rumah Nenek. Setiap malam setelah Mama-Papa pulang bekerja, barulah aku dijemput pulang ke rumah di kawasan Taman Mini, Jakarta Timur,” ujarnya.
Bicara mengenai musik, Acha sejak kelas 4 SD sudah senang dengan berbagai alat musik. Ia yang dahulu terbilang tomboy hingga kelas 2 SMP, mengikuti kursus alat musik drum. “Setelah itu, aku ikut kursus gitar klasik, tapi tak sesukses kursus drum. Aku memang hanya ingin mencoba saja. Di luar itu, waktuku banyak tersita untuk ikut berbagai kegiatan dan lomba baca puisi, pidato, MTQ, fashion show , menyanyi, dan sebagainya,” ucapnya.
Acha kecil juga mengaku sering ditunjuk pihak sekolah untuk berlomba mewakili sekolah, bahkan sampai tingkat provinsi.
“Dari berbagai lomba yang kuikuti itulah, aku bersyukur jadi anak yang percaya diri dan berani tampil. Lomba-lomba ini juga lama-kelamaan mengasah bakat seniku, terutama lomba baca puisi. Aku senang menghayati kalimat yang kuucapkan saat berdeklamasi,” paparnya.
Acha Septriasa, Belajar Akting Secara Otodidak
Acha tertarik dengan dunia seni peran, ketika dirinya kerap tampil di atas panggung untuk lomba puisi. Dalam penampilanya membawakan puisi selalu total dengan mimik dan intonasi kata sesuai isi puisi.
Acha mengaku selalu menjadi juara satu. Tak ayal , banyak piala ditorehkan untuk sekolahnya.
“Aku selalu jadi juara pertama lomba puisi, mulai dari lomba di sekolah, antar sekolah tingkat kelurahan sampai provinsi. Namaku lalu dikenal sebagai macannya lomba puisi,” ucapnya.
Penjiwaan saat lomba puisi itulah yang banyak membantu Acha saat ikut kasting film. Ia jadi mudah menjiwai meski tak pernah belajar akting. “Semua kulakukan secara otodidak,” ucapnya.
Mengenai kecintaanya pada pusi, Acha mengaku kelarganya memang penyuka sastra dan bahasa. Bahkan, ibunya pernah ikut teater. Acha juga mengaku senang menulis cerpen, puisi dan lagu. “Karya-karyaku masih ada, lho, sampai sekarang. Oh ya, aku juga terbiasa menuliskan apa yang ada dalam pikiranku,” ucapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar