Jumat, 05 September 2014

Nurul Arifin, Terjun ke Politik




Jadi Politisi Golkar

Berawal dari belum banyaknya suara perempuan terwakili di Parlemen, sehingga kebijakan yang dihasilkan sedikit yang mengakomodasikan kepentingan perempuan, Nurul Arifin tergerak untuk terjun ke politik. "Harap maklum, jumlah laki-laki yang lebih banyak ketimbang perempuan di lembaga itu menyebabkan lebih banyak pula kaum laki-laki yang terlibat dalam proses pembuatan pelbagai kebijakan dan perundang-undangan," ucapnya.

Kenapa harus dipersoalkan, dan kenapa juga isu perempuan menjadi begitu penting?  "Kartini pernah mengatakan, pendidikan pertama seorang anak adalah di pangkuan perempuan. Ini menunjukkan bahwa kehadiran perempuan sangat berkaitan atau berorientasi pada kualitas manusia yang dididiknya. Tapi bagaimana hal itu akan terlaksana kalau kaum perempuan tidak secara merata diberi kesempatan untuk melakukannya? Di tingkat pengambilan keputusan, perempuan perlu mendapat akses dan fasilitas yang memadai, agar menghasilkan sesuatu yang mempermudah perempuan menjalankan tugasnya sebagai “pendidik” dengan sebaik-baiknya. 

Tapi bagaimana mungkin hal itu akan terwujud kalau di tingkat praktik keseharian saja, banyak sekali batasan bagi perempuan? Informasi dan fasilitas hidup seperti pendidikan dan kesehatan, misalnya, yang diperoleh perempuan relatif tidak sebanyak laki-laki. Ketika harus memutuskan untuk membiayai sekolah anak, umpamanya, banyak orang tua yang dengan cepat menentukan bahwa laki-laki lebih mendapat prioritas. Sehingga banyak perempuan yang putus sekolah atau bahkan bahkan buta huruf," tuturnya.

Di bidang kesehatan pun tak jauh berbeda. Angka kematian ibu melahirkan dan balita yang masih tinggi, antara lain disebabkan karena tiadanya prioritas yang diberikan kepada perempuan. Di bidang lain tak kalah memprihatinkannya. Kekerasan terhadap perempuan, umpamanya, adalah realitas sosial yang setiap saat terjadi dan setiap hari kita dengar beritanya," lanjutnya.
Kondisi itulah,  yang menurut Nurul menyebabkan kualitas rata-rata perempuan Indonesia masih rendah. "Dengan kualitas yang masih rendah, bagaimana mungkin perempuan bisa diharapkan menjadi pendidik yang baik? Bagaimana mungkin mereka akan memberikan sesuatu yang berkualitas bagi pendidikan dini anak-anaknya?

Perbaikan kondisi perempuan tidak terjadi secara nyata, antara lain karena tak banyak norma dan kebiasaan yang menguntungkan perempuan. Sebagai produk perundang-undangan, keadaannya pun tak jauh beda akibat mayoritas pengambil kebijakan di parlemen adalah kaum laki-laki. Tidak ada pemahaman yang cukup baik terhadap kepentingan dan kebutuhan perempuan.Karena itu, saya pribadi memandang perlu adanya kesempatan bagi perempuan untuk ikut terlibat dalam pengambilan kebijakan di tingkat parlemen. Agar kebijakan yang dikeluarkan lebih sensitif terhadap kepentingan dan kebutuhan perempuan," ucapnya.

Dengan masuk  ke dunia politik, Nurul berharap bisa mewakili kaum perempuan dengan memperjuangkan hak-hak perempuan, terutama pendidikan dan kesehatan untuk perempuan dan anak-anak, serta penghapusan kekerasan terhadap perempuan. "Saya berharap, apa yang saya lakukan ini bisa diterima sebagai sumbangsih saya kepada masyarakat, khususnya kaum perempuan. Karena pilihan untuk terjun ke dunia politik yang sebenarnya — dengan bergabung bersama partai politik — adalah keputusan yang sangat besar dalam hidup saya. Sekaligus, membawa konsekuensi dan tanggung jawab yang sangat berat. Karena itu, saya juga mengharapkan kontrol dari masyarakat dan teman-teman aktivis agar saya tetap konsisten pada komitmen dan tidak larut dengan kepentingan partai yang tidak sesuai dengan misi dan visi saya," paparnya.

.
Nurul Arifin, Menjadi Anggota DPR

Sejak terpilih sebagai salah satu perempuan berkualitas untuk kandidat anggota Legislatif versi LSM Cetro (Center for Electoral Reform), sebuah lembaga pengkajian masalah politik dan pemilu, 21 April 2003, banyak partai politik yang menawari Nurul  untuk bergabung. Salah satunya adalah Golkar.  Kemudian, lewat berbagai pertimbangan dan pemikiran, Nurul pun akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan Golkar. "Saya menyadari sekali bahwa Golkar memiliki citra jelek pada masa lalu. Namun, saat ini keinginan sebagian besar warga Golkar untuk menjadi Golkar baru merupakan hal yang patut saya pertimbangkan. Karena saya selalu berpedoman bahwa tiada yang abadi dalam dunia ini kecuali perubahan. Jadi, saya percaya bahwa niat baik sebagian besar warga Golkar untuk menjadi Golkar baru perlu dihargai. Lagi pula, jika ingin tetap eksis, Golkar juga harus mempertimbangkan perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Yakni kondisi yang lebih demokratis dalam berbangsa dan bernegara. Jadi, saya optimis bahwa Golkar yang saya masuki saat ini bukanlah Golkar yang kita kenal pada zaman Orde Baru lalu. Keyakinan inilah yang membuat langkah saya mulai mantap," ujarnya.

"Visi saya yang berorientasi pada perubahan pandangan tentang perempuan dalam kondisi kekinian sejalan dengan visi Partai Golkar yang selalu terbuka pada pembaruan. Ideologi partai yang salah satunya berbasis pada kemajemukan yang ada di Indonesia sejalan dengan nurani saya yang juga memandang Indonesia sebagai sebuah negara yang sangat plural," tambah Nurul.




Berpayung di bawah Partai Golkar dan menaruh minat mendalami politik Nurul kemudian terpilih sebagai anggota DPR periode 2004-2009 lalu 2009-2014 di Komisi II yang membidangi pemerintahan dan politik. Namun, karirnya di parlemen kini mandek karena gagal terpilih lagi pada pemilu 9 April 2014 lalu.
Ia mengaku tidak terpilih lagi menjadi anggota DPR karena menjadi korban rekan separtai di daerah pemilihannya. Akan tetapi, saat ini karir politiknya terbilang cemerlang. Mengenai suka dukanya menjadi juru bicara Prabowo-Hatta Nurul lalu bercerita. "Ketua Umum (Golkar) juga pernah marah ke saya. Kubu orang lain juga pernah marah ke saya. Tapi itu justru membuat saya pintar," ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar