Nuri Maulida memiliki catatan kelam dalam hal asmara. Ia bahkan sampai dua kali mengalami gagal menikah sesaat akad nikah berlangsung.
Pertama dengan Ferry Ludwankara Setiawan pada tahun 2009. Nuri memutuskan membatalkan pernikahan dengan Ferry, beberapa minggu sebelum akad nikah dilaksanakan. Seluruh seserahan yang sudah diberikan Ferry juga dikembalikannya. Nuri enggan mengungkapkan penyebab dirinya batal menikah dengan Ferry. "Namanya orang dibohongin pasti marah," kata Nuri.
Tentunya kegagalan pernikahan tersebut membawa dampak kurang mengenakkan untuk Nuri. Seluruh keluarganya misalnya, kecewa atas rencana pernikahan yang kandas tersebut. Belakangan diketahui Ferry akhirnya menikah dengan pesinetron Eddis Adelia.
Kedua, dengan Muhammad Adam Yahya yang diketahui sebagai pengusaha dan bangsawan Malaysia yang masih ada kerabat dengan Siti Nurhaliza.
Di bulan September 2013 dirinya dilamar oleh Muhammad Adam Yahya dan 22 November 2013 dijadikan hari keduanya melangsungkan pernikahan.
Namun, lagi-lagi Nuri harus menjelaskan kepada publik, jika pernikahannya batal dilaksanakan. Dengan Muhammad Adam Yahya pernikahannya batal dengan alasan orangtua calon suami yang sedang sakit.
"Ini (penundaan pernikahan) keputusan kami keluarga besar. Datuk Yahya ini anak pertama, bang Adam anak pertama juga, kami pengin pernikahan ini dihadiri orang tua. Agak kurang etis membicarakannya, semoga Papa diberikan kesembuhan dalam waktu lebih cepat," kata Nuri.
Namun baru-baru ini, Nuri mengabarkan mengenai penundaan pernikahan yang tak akan pernah ada karena dirinya sudah putus hubungan dengan Adam. Ini adalah kali kedua Nuri gagal melangkah ke pelaminan setelah menempuh acara lamaran terlebih dulu.
Nuri Maulida, Tenangkan Diri dengan Mengaji
Gagal menikah untuk kedua kalinya, tentu membuat hati Nuri Maulida terluka. Namun ia berupaya tegar menghadapi kenyataan pahit tersebut. Ia yakin ada hikmah di dalam setiap kejadian. Untuk melupakan kejadian pahit tersebut, Nuri yang memutuskan berjilbab pada 10 Juli 2012 seusai ibadah umroh, membangkitkan hati dengan rajin mengaji. Sesekali, ia juga berbagi pengalaman kepada ibu-ibu pengajian dengan menjadi motivator di bidang agama. "Aku merasa belum pantas kalau dipanggil ustadzah, kalau dibilang motivator boleh lah," kata Nuri Maulida.
"Aku punya pengajian di rumah setiap Jumat, aku cari ilmu dari situ. Ada kelas untuk kita berpikir pakai logika, ilmu itu semua aku kombinasikan dan aplikasikan. Aku nggak mau pelit ilmu yang aku punya, pasti kasih ke teman-teman," jelas Nuri.
"Semua butuh proses. Aku masih miskin tentang ilmu agama, tausyiah aku nggak benar karena bukan ustadzah. Hanya perempuan biasa yang mencoba menjadi solehah," ujarnya.
Selain kenyamanan, Nuri juga merasa mendapat banyak tantangan saat memotivasi orang. "Kalau dibilang nyaman, bukan hanya kenyamanan yang didapat. Tapi juga tantangannya, bagaimana aku berbicara yang sesuai, ketika mengeluarkan dalil juga harus hati-hati," tandasnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar