Kamis, 01 Mei 2014

Menjadi Mualaf

Kesempurnaan paras Tamara bertambah  indah, karena Tuhan memberikan hidayah yang begitu baik kepada dirinya. Di tahun 1995, perempuan cantik ini mengucapkan dua kalimat Syahadat. Dalam proses memeluk agama islam Tamara mengaku mendapatkan ketenangan hidup,ketentraman hati, dan memahami kaidah halal dan haram dalam menjalani hidupnya.


Menjadi Mualaf 

Saat berada di Australia, Tamara tertarik memperhatikan kegiatan orang muslim. Ia juga senang melihat lambang bulan sabit dan bintang berdekatan di atas kubah masjid. 
"Saya sering mengamati perilaku umat Islam di Australia. Para pemeluk Islam ini sangat taat beribadah, terutama salat lima waktu. Bahkan, disuruh tidak makan pun (puasa) mereka mau. Sungguh Islam merupakan agama yang sarat dengan nilai-nilai filosofi," katanya.

Ketertarikan Tamara pada agama Islam, juga terpaut pada sisi ketaatan pemeluknya. Hal itu membuat Tamara selalu membandingkan agama yang dianutnya dengan Islam. "Saya juga penasaran dengan gambaran sosok Tuhan dan nabi dalam Islam. Saya mengamati, dalam agama lain, sosok Tuhan dan nabi digambarkan secara konkret. Walau pun demikian Tuhan dan Nabi sangat dekat dengan mereka, lebih dekat dari urat leher manusia," ucapnya.

Berawal dari rasa penasaran dan ketertarikan itulah Tamara mulai mempelajari beberapa buku mengenai Islam. Sampai akhirnya hidayah itu datang kepada Tamara. Ia memeluk agama Islam pada tahun 1995 dengan mengucap dua kalimat Syahadat.
"Saya juga membaca Al-Qur'an untuk mengetahui dan membandingkan ajaran yang saya peluk dahulu. Ternyata ajaran-ajaran Al Kitab itu ada juga dalam AlQur'an, seperti kisah Nabi Isa. Namun Al-Qur'an lebih komplit, dan sisi pandangannya berbeda dengan keyakinan yang selama ini saya anut. Setelah melalui proses pengamatan dan belajar selama beberapa bulan, akhirnya saya putuskan untuk memeluk agama Islam,"

Orangtua Tamara bercerai. Ia ikut dengan ayahnya, yang beragama Kristen Katolik. Sedangkan ibunya beragama Islam.
Saat ingin memeluk agama Islam, Tamara berkonsultasi juga kepada ibunya. "Keinginan saya untuk masuk Islam saya sampaikan kepada mama. Keputusan itu membuat mama bahagia. Mama menyambut baik keputusan saya itu. Papa pun tak menghambat niat baik saya itu. Beliau memahami keputusan saya. Keluarga kami memang sangat demokratis," ujarnya.
Dalam proses perpindahan agama, awalnya diakui Tamara cukup berat melakukan penyesuaian dengan agamanya yang baru. Berbagai cara saya lakukan untuk mempelajari Islam, terutama shalat. Antara lain membaca berbagai buku yang berisi tuntunan salat.

"Saya juga menggunakan kaset penduan salat. Mula-mula saya salat memakai earphone, sambil mendengarkan petunjuk dari tape recorder. Tak sampai satu bulan saya sudah hafal semua bacaan dan gerakan salat. Alhamdulillah, saya sudah dapat menjalankan salat lima waktu,"

"Setelah masuk Islam saya merasakan berbagai perubahan yang mencolok dalam hidup saya. Pikiran saya lebih tenang dan terbuka, karena saya punya pedoman dalam menilai yang benar dan salah, yang haram dan halal, juga yang baik dan yang buruk," tuturnya.


Menikah dengan Teuku Rafli 

Pada tahun 1997, Tamara menikah dengan teuku Rafli Pasha. Tamara kala itu berusia 23 tahun dan teuku Rafli, 24 tahun. Teuku Rafli merupakan seorang pemuda muslim dari keluarga keturunan Arab-Aceh. Ia anak kedua dari lima saudara. Rafli anak dari Teuku Syahrul, mantan anggota DPR RI dan Ibu Cut Ida Syahrul. 
Tamara berkata jika dirinya sudah mengenal Rafli sejak lama.  Waktu itu, ia dan Rafli bertemu di sebuah restoran di Jakarta. "Sejak perkenalan itu, dalam tempo satu bulan kami mulai akrab, dan berusaha untuk lebih mengenal satu sama lain," ucapnya mengenang.
Tamara melihat sosok Rafli seorang pekerja keras, taat beribadah, lulusan Nortuidge Military College dan meraih gelar master dari Boston University, Amerika Serikat. "Akhirnya kami saling mencintai, dan juga mendapat restu dari orang tua kami," ucapnya.

Tamara dan Rafli melangsungkan pernikahan di Tanah Suci Mekkah. Akad nikah berlangsung di Masjidil Haram, disaksikan ibunda Tamara dan H. Cecep, guru ngaji Tamara. Usai menikah, Tamara dan rafli melakukan Ibadah Umrah. 
"Saya tak menyesal kawin muda, karena itu ibadah. Dan, suami saya ini sangat berperan dalam memberikan pemahaman tentang Islam kepada saya," ucapnya.


Beruntung, Rafli tak mengekang kegiatan Tamara di dunia hiburan. Tamara dibebaskan untuk beraktivitas, asal mengerti batas.  "Ia  tidak melarang karier yang saya jalani. Walaupun demikian, saya harus membatasi diri. Apa yang baik atau tidak baik untuk keluarga," paparnya. 
Pada 4 Februari 1999, Mereka dikaruniai anak yang diberi nama  Rassya Islamay Passya. Namun sayang pernikahan Tamara dengan Teuku Rafli tak berlangsung lama. Tamara mengajukan gugatan cerai ke pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tahun 2005. Setelah melalui proses yang sangat alot, akhirnya pada 3 Januari 2007,   Mahkamah Agung mengabulkan gugatan cerainya di tingkat kasasi berdasarkan Putusan No 349/K/AG/2006 yang menetapkan hak pengasuhan anak berada di tangan mantan suaminya, Rafli. 

Mengenai Tamara menggugat cerai, konon beredar kabar karena Tamara tak tahan dengan perlakuan sodomi yang sering dilakukan oleh Teuku Rafli Pasha.
Kata seorang sumber, yang tidak ingin namanya ditulis, Tamara selalu mengeluh pada ibunya karena sering disodomi suaminya, selama delapan tahun usia pernikahan mereka. “Tamara bercerita kepada ibunya kalau dia sering disodomi oleh Rafli. Sudah gitu, Rafli diceritakan sebagai seorang suami yang malas dan tidak mau bekerja, karena beranggapan bahwa Tamara pandai mencari uang,” kata sang sumber waktu itu.
Masih kata sumber tersebut, perlakuan Rafli membuat keduanya kerap bertengkar hingga menyebabkan Tamara tak tahan dan akhirnya meninggalkan rumah mereka di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar